اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ


26 Jan 2012

Kunci Pembuka Kemudahan


By:   Ochim & nartO 

Satu hal yang sering menjadi perkara dan kendala kita sebagai seorang kaligrafer dalam menghasilkan tulisan berkelas internasional dan spektakuler adalah si ruwet. Mulai dari aturan yang serba njlimet, cara menggoreskan qalam yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan, anatomi huruf yang harus disiplin dan teliti serta proses panjang menemukan spirit dari setiap karya yang dihasilkan adalah sederatan kisah si ruwet yang tak pernah berakhir. Padahal keruwetan ini sesungguhnya jalan yang harus ditempuh untuk menjadi seorang kaligrafer handal dan profesional. Bila kita mau jujur, keruwetan itu adalah rasa malas yang sudah kadung melekat dalam diri kita dan perasaan bosan yang harus ada jalan keluarnya.

Proses-proses instan dan karbitan yang selama ini kita jalankan harus segera ditinggalkan. Menjadi pendekar kaligrafi setingkat Hamdullah Amasy, Hamid Amidy atau Husny, memang tidaklah mudah, butuh keuletan,  keluwesan dan proses panjang untuk mencapainya.
Pada persoalan si ruwet ini, investasi terbaik kita adalah menyelami makna dari do’a pembuka kemudahan bagi seorang kaligrafer: 
“Rabbi Yassir wa Laa Tu’assir Rabbi Tammim bil Khair wa Bihil ’Aun.”

 Tuhanku... (Dzat Yang Maha Pendidik... yang selalu mendidik hamba-Nya dengan sentuhan kasih saying, yang mengajari manusia dengan qalam)
Mudahkanlah... (aku... dalam kerumitan untuk menulis firman-Mu, sebagaimana Engkau mudahkan para sahabat rasul-Mu)
Dan Jangan Engkau Persulit... (aku... dengan segala bentuk yang membelenggu tangan, hati dan imajinasiku)
Tuhanku.... (Dzat Yang Maha Sempurna)
Sempurnakanlah... (disetiap goresan tintaku, sebagaimana sempurnanya firman-Mu)
Dengan Baik... (seperti tangan-tangan para sahabat yang engkau pilih untuk menulis firman-Mu)
Dengan Segala Kuasa dan Pertolongan-Mu...  (karena kami sadar bahwa hanya Engkau yang tahu apa yang ada dalam hati dan benak kami)

Sebuah do’a sempurna, do’a penggugah jiwa para penulis ayat-ayat suci yang hatinya terkadang sangsi. Do’a penghancur si ruwet yang bikin mbulet. Tak salah jika do’a ini selalu menjadi ritual para kaligrafer ketika pertama kali menggoreskan tintanya. Sebuah mantra yang  merupakan pintu pembuka kemudahan dalam kerumitan dan kesulitan. Yang memberikan petunjuk dan rahasia-rahasia yang belum terkuak dalam kaidah berkaligrafi.

Dan kenapa tidak hanya diucapkan, tapi lebih dari itu kita menuliskan do’a itu dengan goresan tinta kita? Kita bisa menganalogikan do’a ini dengan peristiwa rasul ketika ziarah kubur, beliau tidak hanya berdo'a dengan kata-kata tapi beliau kemudian menancapkan sebatang pohon dengan mengharap pohon itupun ikut mendo'akan sampai pohon itu mati.
"Huruf itu simbul bunyi, biarkan do'a yang tertulis itu ikut mendo'akan sampai tulisan itu terhapus oleh debu"

1 comments:

Posting Komentar