اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ


24 Sep 2011

The Story Of Calligraphy


KOPI SPESIAL

Nasihin, adalah seorang sahabat yang pendiam sekaligus ulet dan bersahaja. Lulusan PP. Riyadlus Sholihin Probolinggo ini demen sekali dengan hal-hal yang berbau khat sebut saja “Kaligrafi”. Terbukti, Karena Nasih selalu One Step aHead dari semua tentang segala informasi mengenai dunia kaligrafi. Baginya, memegang andam seraya memegang rokok tanpa beban penuh perasaan, ketenangan dan kedamaian.
Suatu sore menjelang senja, terdengar nada pesan dari Hp-ku. “Chim, ayo latian bareng neng kostanmu” ternyata Nasih yang sms.
Kubalas “dikampus hujan deres nas?”, “iyo.. g po2 cim, sekalian nginep dikostmu” Nasih langsung membalas. Bagiku, Nasihin adalah seorang sahabat bagaikan Sun Gokong “Walau halangan, rintangan, membentang tak jadi masalah dan tak menjadi beban pikiran”. Bayangkan saja, waktu perjalanan yang ditempuh dari rumah ke kostanku ± 2 jam. Tak jarang ia menempuh jarak itu. Hanya karena satu alasan, untuk latihan kaligrafi bersama.
Tepat pukul tujuh malam Nasih tiba di kostanku. “hahaha... kehujanan yo?” sambil tertawa terbahak-bahak kutanya Nasih. “iyo chim” jawab Nasih yang tampak kedinginan. Semangatnya untuk latihan kaligrafi seakan mengalahkan kelelahan yang tampak pada raut wajahnya.
Akhirnya setelah sholat Isya’ kita mencari makan. Seperti biasanya di warung lesehan favoritku “Warung Bu Rahmat” tepat di depan Bundaran DPRD Jember. Selain bergizi tinggi dan murah mempesona, juga bisa untuk cuci mata.
“Chim nanti nglembur yo?” Ajak Nasihin yang lagi mengunyah makanannya . “Bereees!! Siap bozz!”. Pulang dari warung Nasih membeli 1 bungkus kopi panas. Tanpa rokok dan kopi dia gak bakalan bisa konsen latihan.
“Nas.. ternyata jadi khattat itu ada syaratnya!” ucapku saat berjalan menuju kostan.”apa chim, telaten? Ya pastilah!!” sahut Nasihin. Seorang khattat tiu harus nulis ‘Robbi Yassir Walaa Tuássir Robbi Tammim Bilkhoir’ dulu Nas.., Sebelum kita pertama kali belajar khat, semacam mantra lah! Jampi-jampine kaligrafer ben diberi kemudahan”. Nasihpun langsung mengangguk-anggukan kepala sambil menghayati makna doá tersebut.
Sambil diitemani lagu Jambrut “Suster Cantik”latihanpun dimulai. “Hmmmm Wawu mu kok gitu chim, kurang lonjong kayaknya!? ”Nasih yang sewaktu-waktu mengoreksi tulisanku sambil meminum setengguk kopi. “ehh... huruf ba’ mu ga’ kelebaren ta???” gantian aku yang mengoreksi. Beginilah kita yang saling mengoreksi satu sama lain, meskipun kita sadar kalau tulisan kita jauh di bawah standar.
Jam Beakerku menunjukkan pukul 02.15. Nasih tiba-tiba naik kasurku “Chim tumben aku ngantuk, aku tidur dulu yo! !” iyo wes turuo...”. Mungkin temanku yang jago buat hiasan mushaf ini benar-benar kelelahan. Akhirnya Nasih pun tidur di antara kertas-kertas yang berserakan d atas kasurku.
Di saat Nasih tidur aku masih latihan. Ternyata tinta yang kupakai hampir kering, kemudian kutuangkan tinta ke tempat tintaku dan ternyata tinta yang kutuangkan kebanyakan. Tintanya benar-benar penuh hampir tumpah. Karena malas keluar, akupun langsung mencari tempat untuk membuang tintaku yang kebanyakan tersebut. Akan tetapi tidak kutemukan juga tempat untuk membuang tintaku.
Dibawah mejaku kulihat sebuah gelas sisa kopi Nasihin yang tinggal sedikit. “disini aja wes g da tempat lagi!!”. Terpaksa, karena tidak menemukan tempat lagi akhirnya tintaku kubuang ke gelas itu, kuyakin Nasih tidak akan meminumnya lagi apalagi dia sudah tidur pulas.
Suara ayam Pak Kost sudah saling bersahutan, kulihat jam beakerku sudah menunjukkan pukul 03.18. Tidak terasa waktu sudah pagi, kepalaku akhirnya tergeletak di atas meja latihanku. Mataku tak kuat lagi untuk menginjak kealam mimpi.
“Chim tangi chim tangi.. shubuhan udah jam lima!!” terdengar suara Nasih sayup-sayup di telingaku. Kepalaku masih tergeletak di atas meja latihanku, mataku terasa berat, kulihat Nasih berdzikir d atas sajadahku. Aku yang setengah sadar memandang Nasih yang sewaktu waktu meminum kopinya disela-sela dzikirnya. “ndang wudhu chim.. g subuhan ta!!” nasih menyuruh lagi. Akupun langsung beranjak untuk mengambil wudhu.
Usai sholat shubuh nasih mengajak untuk menulis lagi. “ayo chim sekarang pemantapan tulisane dewe Robbi Yassir Walaa Tu’assir...”. Sebelum menulis, mataku tertuju pada gelas kopi Nasih yang berada disampingku. Kulihat gelasnya bersih tanpa sisa. Matakupun semakin lebar memandang gelas kopi kesayanganku itu. Spontan langsung kutanya nasih. “eh.. Gelasnya kok kosong nas??” “ emang knapa chim??” jawab nasih. “Tadi malam kan masih ada nas..??? tanyaku penasaran. “iya chim, tinggal 3 tengguk, tadi kuminum,, malahan rasa kopinya tadi tambah enak!” memang kenapa chim?”. “egg ggg g g g g pap pap pa pa.. nas!!!” jawabku terbatah-batah sambil melotot kegelas kopi nasih yang tanpa sisa itu. *Ocim’s*

3 comments:

hehe. ternyata kisah itu terulang pada antum. saya juga pernah mengalami hal yg sama. hanya saja bedanya kopi susu dan cat, sedangkan antum kopi hitam dgn tinta. hehe. pengalaman saya 13 tahun silam itu teringat kembali setelah membaca kisah antum.

hehhhh... trimaksih mas..pengalaman yg bisa jdi kenangan lucu kita.. :) :D

Posting Komentar