اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ


7 Feb 2012

Selalu Ada Jalan (3)

Keenam, selesai dengan pencarian kertas, perjuanganku belum berhenti begitu saja. Aku harus membuat kertas kinstrik ini berubah warna menjadi coklat dengan cara dicelupkan ke dalam cairan teh kental. Belum dapat gambaran sama sekali bagaimana aku harus buat, tapi dengan petunjuk dari kawan dan tekad bulat untuk menumpas segala rintangan, akupun memulai ritual pembuatan kertas. Peralatan tidak memadai, aku tidak menemukan tempat yang besar untuk tempat pencelupan kertas. Tambah stress aja ni pikiran… L . nah, dibelakang rumah ada kolam renang plastic punya keponakan, kemarin habis dipakai jadi msih tergeletak dan belum disimpan. Aku punya ide memanfaatkan kolam renang plastic itu untuk jadi fasilitas ritual. pada bagian ini sebenarnya menarik untuk diceritakan, tapi karena prosesnya sulit, aku ikut kesulitan membahasakannya dalam sebuah cerita. 4-5 kertas dah tercelup, ada yang sobek, ada yang bagian tengah kertasnya melembung, ada yang warnanya g rata, ada yang kotor, dan hanya ada satu yang terlihat sempurna… wuih… “kamu satu-satunya harapanku”.
ketujuh… waktu itu hari minggu ketika aku selesai dengan ritual kertas. Sesuai target aku harus menyelesaikan karya hari itu juga agar karya bisa aku kirimkan hari senin besok. Tapi kondisi dah g memungkinkan. Membuat karya seharusnya membutuhkan stamina yang prima (halah…). lagipula tashih terakhir juga baru selesai hari minggu itu. Rukshah satu hari tidak apa2 lah, semoga hari selasa benar2 bisa dikirim.
Sampai pada penghujung perjuangan, saatnya menumpahkan segenap tenaga dan fikiran untuk memaksimalkan pekerjaan. Kupersiapkan peralatan perang dengan lengkap. Dan aku memilih pojok kamar kakakku sebagai medan pertempuran (hahaha….). eit… ada yang belum lengkap, aku butuh sesuatu yang sifatnya juga penting. Sesuatu seperti meja yang permukaannya terbuat dari kaca, dan dibawah kaca itu bisa diletakkan lampu untun penerangan. Mau beli meja baru, jelas tidak mungkin. Aku pergi ke toko depan rumah, iseng2 tanya kira2 ada g ya kaca bening yang nganggur dan bisa aku pinjam. Subhanallah, Ibu penjualnya bilang, di etalase toko ada kaca yang retak, sehingga diatasnya ditumpuki dengan kaca baru, beliau bilang kaca itu bisa saya pinjam. Wah…. Senangnya hatiku, masalah kaca selesai. Sekarang benda apa yang akan menjadi penyangga kaca ini agar berfungsi seperti meja, dan dibawahnya bisa diberi lampu?????????? Tuing… aku lihat keranjang baju dibawah tempat tidur kakakku, keranjang persegi panjang yang tingginya pas dibuat untuk nulis, insyaAllah menjawab pertanyaanku. Yup… Jadilah meja kaca. Pertanyaan terakhir, adakah lampu yang sangat terang untuk aku letakkan di bawah kaca???, Tuing… dibelakang rumah kakakku ada lampu duduk dengan 3 neon, setelah sy coba ternyata tidak rusak. Dan…. Meja pun sempurna…. (good job)
Bismillah, pembuatan karya sekitar jam 8 pagi baru bisa dimulai. Perasaan ini seperti sedang berada di tempat MTQ sungguhan aja, tanganpun jadi agak gemeteran karena gugup, hehe…, berjalan beberapa menit, proses pembuatan karya berjalan sesuai harapan, tapi tidak lama kemudian, pet… lampunya mati, hiks…hiks… ternyata daya charg-nya habis… hua…hua… aku dah g punya waktu banyak. Harapan satu2nya menggunakan lampu duduk kecil yang biasa aku pake latihan setiap malam, memang tidak terlalu terang, tapi lumayan daripada g sama sekali. Gitu deh…. Waktu nulis ada beberapa kecelakaan kecil, tapi life must go on… aku harus tetap melanjutkan karya ini apapun keadaannya, tawakkaltu ‘alallah… J. Alhamdulillah, sekitar jam 4 sore selesai sudah karya maghribiku,  selesai dalam waktu 8 jam berarti sama dengan durasi waktu pembuatan karya mushaf pada MTQ. Huff… rasanya remek juga ni badan, tapi sekali lagi Alhamdulillah… akhirnya selesai… bebanku telah berkurang… stressku hilang… senyumku mengembang….
Selasa 9 februari 2010. Deadline pengiriman karya. Setelah konsultasi dengan abah, kami bagi tugas. Sementara abah membeli triplek ukuran paling tipis, aku dirumah menyiapkan karya dan alamat sekretariat yang dituju. Sampai dirumah, ternyata abah tidak bawa triplek tapi bawa kertas karton ukuran yang paling tebel, bawa cuma satu itupun sebagiannya dimakan rayap L. Lalu giliranku untuk pergi cari kertas karton serupa tapi yang lebih baik. Setelah muter di Ngawi ternyata sudah tidak ada yang jual karton setebal yang abah beli tadi, akhirya aku beli yang ukuran yang  lebih tipis. Ya udahlah g pa2, daripada kertas manila, kan lebih tpis lagi tu (pikirku). Sesampai di rumah, abah sama kakak ipar sedang ngobrol didepan rumah, dan mas ipar bilang, kalo mau kirim ya dimasukkan ke pipa saja. Bisa ditebak, topic yang baru saja beliau2 bicarakan adalah tentang kesibukanku pagi itu. Agak kesel juga sih, kenapa tidak dari tadi ada masukan kaya gitu, jadi tidak perlu cari karton tebel dimakan rayap lagi. setelah mencoba ukuran yg pas, abah pun meluncur ke toko bangunan untuk beli pipa. Setelah itu tinggal dibungkus dan siap kirim. Ahhh…. Hampir selesai ni misi kompetisiku…
Proses terakhir. Sekitar jam 10 aku siap mengirimkan karya. Hanya satu yang belum siap. Yup, dananya belum siap. Sebelum berangkat aku laporan dulu kepada yang bersedia menjadi sponshor misi kompetisi ini, hehe… setelah terjadi sedikit negosiasi akhirnya dana cair sebesar 350.000,-. Aku sebenarnya ingin minta lebih karena takut barangkali setelah karyanya ditimbang biayanya menjadi membengkak karena ketambahan pipa. Tapi it’s oke, bismillah sy berangkat ke kantor pos. sampai di kantor pos, aku langsung menuju bagian pengiriman untuk menyetorkan paket barang yang aku bawa. Ternyata setelah ditimbang dan disesuaikan dengan harga pengirimannya, totalnya adalah 368.000,-. Itu artinya uangku kurang…. Hiks..hiks… Alhamdulillah mbaknya ngerti keadaanku. Aku bilang “mbak sy akan kembali lagi, barangnya biar disini ya mbak!” (pintaku agak malu karena yang antri buat kirim paket lumayan banyak :’>). Tak lama aku telah kembali lagi di kantor pos dan menyelesaikan urusan pengiriman karya. Sekali lagi aku tanya kapan paketanku bias dipastikan sampai, mbaknya sekali lagi juga meyakinkan aku bahwa karyanya akan sampai dalam waktu 3-4 hari. Ahhh….. leganya… aku pun pulang dengan lega… tapi sebenarnya tidak betul2 lega. Karena rasa khawatir karya tidak bisa sampai tepat waktu, membuatku sedikit gelisah. Kini aku hanya berharap ada sebuah surat yang dialamatkan ke rumah, yang memberitahukan bahwa karyaku telah sampai. Semoga….
Rabu, tanggal 24 februari 2010. Sore-sore aku ke café hotspot untuk ngenet. Suasananya sedang kurang membosankan, jadi aku putuskan baca semua inboxku satu persatu dari yang terbaru sampai terlama. Sampai pada email ke sekian ada kiriman dari ircica. Tidak ada pengantar atau sapaan, yang ada hanya attachment berupa pdf yang diberi judul “register”. Setelah berhasil didownload dan kubuka. Agak sedikit kaget, karena kira2 isinya mengabarkan bahwa entri (karya) yang aku kirim telah sampai di secretariat. Masih tidak yakin, terjemahkan dengan detail setiap kalimat yang tertulis dalam file pdf tersebut di google translator. Subhanallah… terobati sudah kegelisahanku beberapa hari ini. Alhamdulillah… kini targetku hanya agar karya yang telah aku kirim bisa dinilai (tidak diskualifikasi), itu saja sudah cukup. Tidak terlalu bermimpi mendapat nominasi bahkan juara, mengingat kurang maksimalnya karya yang aku kirim. Dan yang paling penting, aku bisa mendapatkan catalog dari hasil musabaqah ini. Alhamdulillah… terimakasih ya Allah… terimakasih abah & ibu, terimakasih kakak2 dan keponakanku. Terimakasih banyak ustadz belaid hamidi, dan mas nur serta kawan2 kaligrafiku… ^_~
(curhat cap lebayyyyyyyyy…. )

0 comments:

Posting Komentar